Thursday, August 8, 2019

Sejarah ITL TRISAKTI Dan Perjalanan Di Kampus ITL TRISAKTI

Assalamualaikum teman-teman semua,saya akan menceritakan tentang Sejarah dan Pengalaman saya di InstitutTransportasi Logistik dan Material


HITORY OF ITL TRISAKTI








Tahun 1970 STMT Trisakti dikenal dengan nama Akademi Angkutan Udara Niaga (AAUN) Trisakti. Kemudian dengan Keputusan Mendikbud pada tahun 1985 berubah menjadi Akademi Administrasi Udara Niaga Trisakti.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Mendikbud pada tahun 1986, status dan nama lembaga ini ditingkatkan menjadi Sekolah Tinggi Manajemen Transpor Trisakti disingkat STMT Trisakti.

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 1998 STMT Trisakti memiliki program pendidikan :
Diploma III dengan program studi:
1.      III Manajemen Transportasi Udara (MTU)
2.      III Manajemen Transportasi Laut (MTL)
3.      III Manajemen Logistik & Material (MLM)
Strata 1 (S.1) Manajemen, dengan konsentrasi/peminatan :
1.      Manajemen Transpor Udara (MTU)
2.      Manajemen Transpor Darat (MTD)
3.      Manajemen Transpor Laut (MTL)
4.      Manajemen Logistik (M.Log)


Pada tahun 2005, STMT Trisakti memperoleh ijin operasional untuk penyelenggaraan Program Pascasarjana Magister Manajemen Transportasi.Pada tahun 2015, STMT Trisakti memperoleh SK Ristekdikti tentang Perubahan Nama dari Sekolah Tinggi Manajemen Transpor Trisakti menjadi Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti.

Tahun 2017 STMT Trisakti memperoleh ijin penyelenggaraan untuk 2 (dua) program studi sarjana yaitu :
1.      Program Studi Sarjana Logistik
2.      Program Studi Sarjana Transportasi

Pada hari Senin, 26 Februari 2018, Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti secara resmi telah bertransformasi (perubahan bentuk) menjadi Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti dengan menambah 3 (tiga) program studi baru. Penetapan perubahan bentuk diberikan melalui Keputusan Menristekdikti yang diserahkan oleh Kopertis Wilayah III, Jakarta Timur. Adapun maksud dari transformasi ini adalah agar tersedia program studi bidang transportasi dan logistik secara komprehensif sehingga Institut Transportasi dan Logistik Trisakti nantinya akan mampu menghasilkan tenaga ahli dibidang Transportasi dan Logistik di seluruh Indonesia.

Dengan perubahan bentuk dari Sekolah Tinggi menjadi Institut, maka bertambah juga program studi yang ditawarkan. Adapun Program Pendidikan dan Program Studi yang tersedia pada Institut Transportasi & Logistik Trisakti adalah:


 ITL Trisakti percaya bahwa dengan perubahan dari Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti menjadi Institut Transportasi & Logistik Trisakti maka diperlukan sumber daya manusia yang lebih mumpuni dengan semua kompetensi yang dibutuhkan di industry transportasi & logistik. Untuk itu ITL Trisakti mengirimkan mahasiswa dan dosen ke beberapa negara berikut:

1.    Studi Lanjut S2, 3 Dosen di Massachusetts Institute of Technology (MIT) Global Scale Network
2.    Joint Degree 9 Mahasiswa S1 di WuXi Institute of Technology, China
3.    Joint Degree 10 Mahasiswa S1 di Uni KL, Malaysia
4.    Student Exchange 25 Mahasiswa ke Jepang
5.    Training 3 Dosen di Hasselt University, Belgia dengan tema “International Networking Conference on Transportation
6.    Training 2 Dosen di Hasselt University, Belgia dalam rangka workshop pembuatan prososal PhD
7.    Studi Banding ke National University Taiwan dan Intelligent Transport System Taiwan, untuk 20 mahasiswa/I dan 5 Dosen
8.    Studi Banding ke Malaysia, Singapore dan Thailand, untuk 50 mahasiswa/I program Pascasarjana.

ITL Trisakti juga sudah membuka peluang bagi mahasiswa asing untuk melanjutkan studi di ITL Trisakti. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa mahasiswa/I asing yang melanjutkan studi di ITL Trisakti, seperti:
1.    4 mahasiswi UniKL, Malaysia
2.    15 mahasiswa/i dari Burapha University, Thailand.
3.    1 Mahasiswa dari Mesir
4.    4 Mahasiswa/I dari Timor Leste.

'ITULAH SEJARAH TRANSFORMASI SEHINGGA MENJADI INTITUT TRANSPORT AND LOGISTIC .''


ALASAN MEMILIH ITL TRISAKTI ???

- Karena,sebelumnya saya tidak masuk ke Universitas Negri yang jurusannya Manajemen dan kemudian saya melihat serta saya melihat history dari sejarah kampus dengan nama ‘’ TRISAKTI’’ yang tidak lepas dari sejarahnya yang bergerak langsung pada kala itu.Nama TRISAKTI sudah di kenal oleh masyarakat terutama keluarga saya,dan saya memilih ITL TRISAKTI karena saya mengetahui dari cerita teman,saudara,bahkan sahabat saya,ITL memiliki jurusan yang begitu luas terutama dalam bidang transportasi/logistic,lokasi yang strategis yang mungkin mudah di ingat,dan saya melihat dari segi fasilitas yang sudah modern menjadikan ITL TRISAKTI menjadi kampus yang akan berkembang,serta akreditasi yang bagus sehingga saya tertarik pada kampus ini,dan saya juga membaca ITL sudah bekerja sama dengan beberapa perusahaan pada bidangnnya,semoga saya akan berkembang/mengambil ilmu yang baik di kampus ini.






ALASAN MEMILIH JURUSAN MLM DI ITL TRISAKTI..?
- Saya mendengar setiap perusahaan rata-rata pasti harus ada logistiknya,terutama pada perusahaan Industri,serta peluang kerja yang luas yang menjadikan saya memilih MLM(Manajemen Logistik Material) ,karena jurusan MLM bisa mencangkup di berbagai Moda darat,laut,dan udara.Perusahaan tidak akan menjadi baik tanpa ada logistic yang bagus karena itu saya memilih jurusan tersebut.





KEGIATAN SAYA DI KAMPUS..?

Saya mengikuti kegiatan di kampus,diantaranya


Mengikuti Kunjungan Ilmiah Sebagai (Ketua Pelaksana Team) 



Pelabuhan Belawan Medan (Sebagai Panitia Angkatan 2016 )


IPC PELINDO ( Sebagai Koordinator Kelas MLM C 2016)



 Medan Sugar Indusry (Sebagai Panitia Angkatan 2016)




Mengikuti Diskusi Umum 2017 dengan tema ‘’ KONSEP HALAL LOGISTIK MENJADI PELUANG BARU BAGI BISNIS DI INDONESIA’’





Mengikuti Kunjungan ILMIAH 2017 (dari Jawa-Bali) sebagai peserta



-PT POCARI SWEAT sebagai Peserta




Mengikuti Latihan Kepemimpinan 1 2018 sebagai peserta





-Mengikuti Seminar Nasional dengan tema ‘’ Pengaruh Pendistribusian Migas dalam Proses SCM Terhadap Ketersediaan dan Harga BBM Di Indonesia.’’




Mengikuti Logistik Festival 2018  sebagai Panitia Angkatan 2016


PT.CALPIS sebagai Ketua Pelaksana 2019 





Mengikuti Kunjungan Ilmiah 2018 ( Medan) sebagai Panitia Angkatan 2016






-Selesai tamat kuliah,ingin bekerja menjadi apa dan dimana?

- Saya ingin bekerja yang pertama menjadi PNS/bekerja di BUMN dan ingin bekerja  untuk menjadikan saya berlatih terus/bersaing kepada teman-teman yang ingin  bekerja di tempat tersebut terutama pada bidang Logistik.

- Saya ingin bekerja PT Agility adalah salah satu perusahaan logistik yang sudah bersaing di tingkat global. Perusahaan ini sudah berdiri sejak tahun 1979, hingga saat ini Agility memiliki lebih dari 20.000 karyawan dan 500 kantor di 100 negara,Agility adalah salah satu penyedia logistik terpadu terbesar di dunia dan  pengembang industri real estate di Timur Tengah dan Afrika Utara.


Alasan memilih kerja di PNS DAN BUMN  

Jika Saya menjadi PNS saya akan berusaha bekerja terutama di BUMN ,karena saya melihat orang tua saya bertanggung jawab terhadap orang-orang yang bekerja di luar negri serta dapat menyediakan pelayanan kepada masyrakat yang ingin bekerja di luar negri,serta dapat mengurus transportasi dan logistik dari negara Indonesia sampai ke  negara tersebut.

- Saya memilih kerja di PT Pertamina dan BULOG INDONESIA,karena saya melihat dari beberapa orang yang bekerja di perusahaan karena penuh tantangan dan tanggung jawab yang membuat saya untuk berkembang menjadi diri sendiri serta berusaha menjadi bagian dari Perusahaan tersebut

-Jika saya diterima kerja di  Perusahaan saya akan berusaha menjadi ''Direktur Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur'' dan ''Direktur SDM''  serta tidak mengecewakan semuanya.

Alasan mau jadi pengusaha ? 

-Saya Ingin Menjadi Pengusaha pada bidang makanan terutama makanan ringan dan makanan konsep tradisional yang ada,karena zaman sekarang susah untuk mencari makanan dengan konsep tradisional karena itu saya berkeinginan membuka usaha pada bidang makanan ringan yang bernuansa nasional,serta membangun pola pikir yang luas tentang budaya Indonesia.


-Saya ingin menjadi Pengusaha pada bidang Trucking Logistik,karena bagaimana pun juga di zaman sekarang,kendaraan sangat umum untuk digunakan,saya ingin membangun pola pikir masyarakat luas tentang menjadi ''distribution man'' yang baik,serta saya tidak berhenti belajar dari orang-orang yang sudah mempunyai skill.
‘’Untuk mencapai itu semua harus ada pengorbanan dan perjuangan karena perjuangan yang sungguh sungguh tidak akan mengecewakan hasil terbaik dan setiap manusia akan bekembang menjadi lebih baik,tegas dalam team merupakan tanggung jawab kita semua'’

''Dimanapun engkau berada kamu harus berusaha dapat berguna bagi sekelilingmu,dan jika kamu sudah sukses ingatlah kebelakang bagaimana perjuanganmu.'' FA 1998


Sekian terimakasih  sudah membaca,semoga bermanfaat bagi kalian,terutama kalian wahai pemuda.
(Faisal Assyari) 224416104 / S1 MLM C 2016 











                              



Tuesday, April 16, 2019

Logistik Performance Index 2012-2018 in Indonesia


Logistik Performance Index 2012


INTERNATIONAL SCORECARD
The international score uses six key dimensions to benchmark countries' performance and also displays the derived overall LPI index. The scorecard allows comparisons with the world (with the option to display world's best performer) and with the region or income group (with the option to display the region’s or income group's best performer) on the six indicators and the overall LPI index.
The logistics performance (LPI) is the weighted average of the country scores on the six key dimensions: 
1) Efficiency of the clearance process (i.e., speed, simplicity and predictability of formalities) by border control agencies, including customs;
2) Quality of trade and transport related infrastructure (e.g., ports, railroads, roads, information technology);
3) Ease of arranging competitively priced shipments;
4) Competence and quality of logistics services (e.g., transport operators, customs brokers);
5) Ability to track and trace consignments;
6) Timeliness of shipments in reaching destination within the scheduled or expected delivery time.
The scorecards demonstrates comparative performance of all countries (world), regional and income groups.






ANALISA TAHUN 2012

Hasil penilaian Logistic Performance Index 2010 (tabel 3) , Indonesia mengalami penurunan peringkat dari peringkat ke 43 di tahun 2007 menjadi peringkat 75 di tahun 2010. Bila dibandingkan dengan kelompok negara berpendapatan rendah –sedang maka di tahun 2010 Indonesia berada pada posisi 8 diatas Paraguay dan Syrian yang sebelumnya di tahun 2007 berada pada posisi ke 4. Negara yang mengalami perbaikan posisi adalah Philipina yaitu dari posisi 6 menjadi 4. Seperti telah disampaikan diatas, bagi industri permasalahan yang muncul terkait dengan logistik adalah biaya logistik dan waktu kirim,
adapun faktor-faktor lain penyebab tingginya biaya logistik antara lain
(i)                 Teknologi informasi dan komunikasi yang kurang mendukung dalam proses pemantauan arus barang antar wilayah yang berpotensi meningkatnya biaya
(ii)               Sarana yang mahal dalam hal pengadaan alat angkut truk dan kapal laut (pajak dan suku bunga tinggi),
(iii)             Regulasi logistik yang tidak terpadu; tumpang tindih peraturan pusat –daerah, maraknya pungutan resmi di daerah,
(iv)             Kompetensi SDM logistik yang rendah
(v)               Armada yang tidak layak tetap beroperasi.

Kinerja logistik nasional menurut laporan Logistics Performance Index(LPI) 2010 belum mampu mengungguli negara-negara raksasa ekonomi dunia yang baru BRICS ataupun beberapa negara di Asean. Indonesia hanya unggul dengan negara Rusia. Indonesia jauh dibawah India , China, Brasil juga dengan Singapura , Malaysia dan Philipina (Tabel 4). Keadaan ini penyebab inefisiensi yang mendorong peningkatan biaya logistik. LPI mengukur kinerja logistik nasional dari efisiensi proses di kepabeanan, kualitas infrastruktur, biaya pengiriman yang kompetitif, kompetensi dan kualitas jasa logistik, kemampuan melacak dan menelusuri dan waktu tempuh.

Kinerja Logistik nasional

Dibandingkan dengan negara negara Asean, biaya penanganan kontainer di Indonesia paling tinggi. Negara Indonesia adalahnegarakepulauantetapisebagianbesarprasaranaberada di darat tidak mendukung keterkaitan antar pulau hal ini menyebabkan biaya angkut antar  kota atau antar pulau di Indonesia juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dari Singapura keberbagai tujuan didalam negeri.Untuk kontainer 20 kaki di pelabuhan Tanjung Priok tarifnya USS95, sementara Malaysia hanya US$88, Thailand US$63, dan dibayarkan dengan mata uang setempat, sementara di Indonesia harus dengan dollar AS

Biaya angkut antarkota atau antar pulau di Indonesia juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dari Singapura ke berbagai tujuan didalam negeri. Sebagai contoh untuk rute yang sama, ongkos pengapalan kontainer dari Padang (Sumatera barat) ke Jakarta mencapai US$600, sedangkan dari Singapura ke Jakarta hanya US$185 (Kompas, 2010). Belum lagi setiap kapal yang melakukan bongkar muat di pelabuhan harus mengalokasikan dananya Rp 150 juta per hari. Ini semua yang menyebabkan performa logistik Indonesia semakin buruk.

Saat ini ongkos logistik di Indonesia berkisar 24%,bandingkan dengan Malaysia 15%, AmerikadanJepang 10%. 24% biaya logistik samadenganRp 1820 triliun, yang terdiri dari Biaya penyimpanan Rp 546 triliun, biaya transportasiRp 1092 triliun, biaya administrasiRp 182 triliun. Disamping itu mutu pelayanan logistik yang buruk (Mis;Waktujedabarang-barang impor itu bisa 5,5 hari, bandingkan dengan Amerika yang memiliki jeda waktu sekitar 1,2 hari, Rotterdam Belanda 1,1 hari, dan Singapura kurang dari 1 hari, biaya angkut ).
Kondis iakses jalan menuju dan dari pelabuhan Tanjung Priok selalu macet yang tidak pernah terselesaikan sehingga sangat sulit bagi perusahaan angkutan barang untuk  mengoptimalkanutilisasi / perputaran kendaraannya, dimana rata ratautilisasi saat inihanya 0.7 trip per hari untuk jarak 100 km pulang pergi atau hanya dapat 17-18 rit sebulan bandingkan dengan sebelumnya bisa mencapai 25 trip /bulan. Biaya yang timbul di terminal terminal lingkungan pelabuhan tanjung priok , biaya resmi saat ini sangat mahal sekali dan meningkat secara progressive ( 200% – 500% kelipatannya ) belum lagi biaya tidak resmi yang harus dikeluarkan setiap proses muatbarang / kontainer.
Tabel 5 dibawah menunjukkan jarak, lead time dan biaya yang dikeluarkan untuk ekspor ataupun impor dari titik asal (point of origin) ke pelabuhan /airport tujuan (port or airport supply chain) atau dari titik asal (point of origin) ke gudang pembeli (land supply chain) . Dibandingkan dengan China, Singapura dan Malaysia, biaya ekspor di Indonesia masih termahal khususnya untuk biaya transportasi darat, untuk biaya impor Indonesia termahal untuk semua moda transportasi laut, udara dan darat. Indonesia masih lebih baik dibandingkan Rusia dan Brazil untuk seluruh moda transportasi.
Untuk kriteria lain yang ditunjukkan pada tabel 6, Indonesia juga masih kalah dengan negara-negara China, Singapura dan Malaysia, misalnya memenuhi kualitas pengiriman ataupun clearance time baik dengan inspeksi maupun tanpa inspeksi, Indonesia tertinggal oleh negara-negara lain kecuali Rusia.

 Sistem Logistik Nasional
Pemerintah pada tahun 2012 sudah memiliki cetak biru Sistem Logistik nasional (Sislognas). Tujuan adanya cetak biru Sislognas pada intinya adalah peningkatan kemampuan dan daya saing agar berhasil dalam persaingan global. Tetapi bila ditelaah lebih jauh cetak biru Sislognas ternyata belum dapat menjawab persoalan logistik nasional saat ini yang mendasar dan komplek, disamping itu solusi yang ditawarkan pada cetak biru ini belum dapat menjelaskan hubungan secara langsung dengan peningkatan daya saing khususnya untuk jenis-jenis komoditas yang mana (perhatikan rencana aksi pada bab 5 yang tidak langsung menjawab kondisi yang diharapkan pada bab 3 secara rinci) masih diperlukan waktuuntuk menterjemahkannya di tingkat kementrian/lembaga juga pemerintah daerah. 

Beberapa catatan dari cetak biru Sislognas adalah:

1. Tidak tersedianya data terkini tentangkondisi riil seluruh infrastruktur dan kebutuhannya sampai 10 tahun mendatang guna melihat kesenjangandiseluruh wilayah terutama setelah dibukanya CAFTA 2010. Bila kesenjangan antara existing condition dan kebutuhan yang secara langsung berdampak pada kinerja logistikditunjukkan, akan memudahkan bagi lembaga/instansi baik pusat dan daerah menterjemahkan cetak biru ini.Kesenjangan yang dimaksud antara lain meliputi kapasitas, kondisi fasilitas,konektivitas, kualitas pelayanan (SDM,waktu pelayanan, hambatan),volume keluar masuk barang, aksesibilitas dan konektivitas. Maka perbaikan pada infrastruktur di suatu wilayah secara langsung dapat diukur dampaknya apakah terhadap pengurangan biaya logitik , waktu kirim ataupun waktu pelayanan, yang secara agregat dapat berpengaruh terhadap daya saing (perhatikan penilaian lembaga dunia tentang Logistics Performance Index dan Competitiveness Index). Misalnya Angkutan cargo laut Indonesia tidak cukup, apa yang akan dilakukan kedepan,pelayanan di kepabeanan atau bagaimana dengan pelabuhan-pelabuhan, rel KA, jalan darat yang ada, apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki kinerja logistik secara agregat.

2. Tidak tampak aktivitas utama (Primary activities) secara lengkap dari seluruh komoditas penggerak utama, juga belum disebutkan secara tegas nama-nama komoditasnya, bagaimana pergerakannya selama ini, dimana hambatan, apa yang menyebabkan hambatan tersebut, bagaimana posisi diantara pesaing global, supply demand antar daerah/negara sehingga jelas strategi bersaing juga supporting activities seperti apa yang dibutuhkan untuk mendukung aktivitas utama. Seharusnya dari 6 penggerak utama , hanya butir 1 Komoditaspenggerak utama yang merupakan faktor penggerak utama, sedangkan butir 2-6 adalah penggerak pendukung yaitu Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik;Infrastruktur Transportasi;Teknologi Informasi dan Komunikasi;Manajemen Sumber Daya Manusia;Regulasi dan Kebijakan. Ini sesuai dengan pendekatan Supply Chain Management.

Logistik Performance Index 2014

INTERNATIONAL SCORECARD
The international score uses six key dimensions to benchmark countries' performance and also displays the derived overall LPI index. The scorecard allows comparisons with the world (with the option to display world's best performer) and with the region or income group (with the option to display the region’s or income group's best performer) on the six indicators and the overall LPI index.
The logistics performance (LPI) is the weighted average of the country scores on the six key dimensions: 
1) Efficiency of the clearance process (i.e., speed, simplicity and predictability of formalities) by border control agencies, including customs;
2) Quality of trade and transport related infrastructure (e.g., ports, railroads, roads, information technology);
3) Ease of arranging competitively priced shipments;
4) Competence and quality of logistics services (e.g., transport operators, customs brokers);
5) Ability to track and trace consignments;
6) Timeliness of shipments in reaching destination within the scheduled or expected delivery time.
The scorecards demonstrates comparative performance of all countries (world), regional and income groups.



ANALISA TAHUN 2014


Dalam LPI edisi terakhir tahun 2014, Indonesia menempati urutan ke 53 pada kinerja keseluruhan, di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Posisi ini sesungguhnya relatif membaik dibandingkan tahun 2010 dan 2012 yang masing-masing menempati urutan ke 75 dan 59. Namun demikian, kinerja aspek infrastruktur relatif berfluktuasi walaupun cenderung mengalami perbaikan dari tahun ke tahun, yaitu dari urutan ke 69 pada tahun 2010 menjadi urutan 85 (2012) dan urutan 56 (2014). Secara absolut, kondisi infrastruktur Indonesia sesungguhnya mengalami perbaikan yang cukup signifikan pada tahun 2014 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai LPI sebesar 2,92 dibandingkan 2,54 pada tahun 2010 dan 2012, dengan skala nilai tertinggi 4. Hal ini sesungguhnya menunjukkan perbaikan yang cukup menggembirakan dalam penyediaan infrastruktur logistik di Indonesia

Permasalahan Inbound Logistics
Namun demikian, ada hal lain yang patut dikhawatirkan dalam penyediaan infrastruktur logistik, khususnya apabila pemerintah ingin mengembangkan infrastruktur yang langsung menyentuh hajat hidup orang banyak. LPI sesungguhnya merupakan potret infrastruktur skala besar dalam lingkup global. Infrastruktur tersebut berada pada bagian hilir proses produksi dan pemasaran yang lazim disebut sebagai outbound logistics. Sementara dalam tahap produksi lebih banyak berperan infrastruktur lokal tempat bahan baku dan tenaga kerja berasal. Infrastruktur ini lazim disebut sebagai inbound logistics yang berperan dalam mendukung proses produksi.
Berdasarkan Data Potensi Desa BPS tahun 2014, kondisi infrastruktur logistik khususnya jalan pada tingkat perdesaan di Indonesia sangat timpang dilihat dari jenis permukaan dan aksesibilitasnya. Di Papua, sebanyak 69,2% desa memiliki permukaan jalan tanah dan lainnya, sebaliknya di Jawa hampir 100% kondisi permukaan jalan sudah diaspal dan diperkeras. Dari sisi aksesibilitasnya, sebanyak 60,5% desa di Papua tidak dapat dijangkau dengan jalan darat sepanjang tahun, sementara di Jawa hampir seluruhnya sudah mampu dijangkau. Wilayah lain di Indonesia mencerminkan sebaran dari kedua kondisi ekstrem tersebut.

Apa Dampaknya?
Permasalahan infrastruktur jalan di tingkat lokal ini sangat penting, karena merupakan faktor pembentuk harga barang hasil produksi. Harga bahan baku yang tinggi karena susahnya akses dan biaya tenaga kerja yang mahal akan berdampak pada harga barang yang lebih tinggi dibandingkan wilayah produksi lain. Terlebih, buruknya infrastruktur ini akan lebih banyak berdampak pada para pemodal kecil dan menengah yang merupakan bagian terbesar dari aktifitas produktif masyarakat. Mengapa demikian, karena pemodal besar biasanya membangun sendiri infrastruktur untuk menunjang produksi sesuai dengan skala ekonomi yang dimiliki. Sementara para pemodal kecil dan menengah mau tidak mau harus memanfaatkan infrastruktur yang ada sebagai pilihan yang paling efisien.
Menengok nilai index daya saing global (global competitiveness index) yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF) tahun 2014 – 2015, Indonesia berada pada peringkat ke 34 diantara 144 negara dan termasuk kelompok negara-negara yang kinerja ekonominya ditentukan oleh faktor efisiensi (efficiency driven). Namun demikian, prasyarat dasar (basic requirement) dalam mencapai daya saing yang tinggi, yang salah satu pilarnya adalah kondisi infrastruktur, berada pada peringkat lebih rendah, yaitu 49. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan infrastruktur dasar, salah satunya infrastruktur logistik memang merupakan kunci untuk mendorong Indonesia lebih efisien dan mampu berdaya saing dengan bangsa-bangsa lain di dunia





Logistik Performance Index 2016

INTERNATIONAL SCORECARD
The international score uses six key dimensions to benchmark countries' performance and also displays the derived overall LPI index. The scorecard allows comparisons with the world (with the option to display world's best performer) and with the region or income group (with the option to display the region’s or income group's best performer) on the six indicators and the overall LPI index.
The logistics performance (LPI) is the weighted average of the country scores on the six key dimensions: 
1) Efficiency of the clearance process (i.e., speed, simplicity and predictability of formalities) by border control agencies, including customs;
2) Quality of trade and transport related infrastructure (e.g., ports, railroads, roads, information technology);
3) Ease of arranging competitively priced shipments;
4) Competence and quality of logistics services (e.g., transport operators, customs brokers);
5) Ability to track and trace consignments;
6) Timeliness of shipments in reaching destination within the scheduled or expected delivery time.
The scorecards demonstrates comparative performance of all countries (world), regional and income groups





ANALISA TAHUN  2016 


Dalam Logistic Performance Index, tahun 2016, khususnya dari sisi infrastruktur, memperlihatkan Indonesia relatif tertinggal. peringkat Indonesia kembali berada di bawah Malaysia dan Thailand. Satu peringkat di atas Vietnam. Dari beberapa indikator yang digunakan dalam penilaian peringkat logistik seperti kepabeanan, infrastruktur, pengapalan internasional, kualitas dan kompetensi logistik, penelusuran dan waktu, ternyata indikator infrastruktur yang paling rendah.Menyadari hal ini, Pemerintah terus berupaya membangun berbagai infrastruktur untuk mendukung baik langsung maupun tidak langsung dalam pembangunan kawasan industri.Terkait dengan hasil survey World Bank tentang Logistics Performance Index (LPI). Di komentari juga oleh Nyoman Pujawan, Ph.D, CSCP, Professor of Supply Chain Engineering, ITS, Indonesia. Dia melihat penilaian LPI  didasarkan atas hasil survey terhadap pelaku ekspor impor. Nilai dan ranking LPI juga menggambarkan daya saing logistik dari sisi kegiatan perdagangan internasional yang melibatkan negara tersebut.
Hasil survey tahun 2016 untuk empat negara di ASEAN adalah menempatkan Indonesia di urutan 63, satu tingkat di atas Vietnam yang berada di urutan 64. Sedangkan Malaysia berada di urutan 32 dan Thailand di urutan 45.Nyoman Pujawan, mengatakan, dari sisi perdagangan internasional posisi Indonesia setara dengan Vietnam dan berada cukup jauh di bawah Malaysia dan Thailand. Skor LPI didasarkan pada aspek kelancaran kegiatan bea cukai (customs), infrastuktur, international shipments, kompetensi logistik, kemampuan tracking dan tracing, serta kemampuan menciptakan ketepatan waktu dalam pengiriman (timeliness).Dari keenam aspek tersebut Indonesia terlihat paling jelek kinerjanya pada infrastruktur. 
Di sisi lain yang juga cukup gencar adalah pendidikan bidang logistik baik yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi maupun oleh asosiasi profesi yang menyelenggarakan berbagai pelatihan untuk kompetensi logistik. Perkembangan penggunaan teknologi informasi di berbagai sisi kegiatan logistik / supply chain akan meningkatkan kinerja logistik kita di masa mendatang.
Malaysia dan Thailand sudah lebih dulu melakukan pembangunan infrastruktur secara besar-besaran. Jalan tol jauh lebih memadai di kedua negara tersebut. Saat ini Thailand juga sedang gencar-gencarnya mengembangkan rel kereta api baik untuk penumpang maupun barang. 
Dengan negara yang besar dan berbentuk kepulauan memang Indonesia menghadapi kendala yang lebih besar dalam kegiatan logistik. Kegiatan logistik ini, agar lebih lancar di masa depan, juga membutuhkan kebijakan pemerintah untuk melakukan pemerataan pusat-pusat ekonomi. Dengan pengurangan konsentrasi penduduk dan ekonomi di Pulau Jawa mestinya kegiatan logistik secara nasional bisa lebih lancar.
Tahun 2016 adalah tahun pertumbuhan ekonomi nasional, dimana pemerintah terus berupaya untuk melakukan pembangunan fundamental ekonomi nasional, melalui sektor riil diikuti dengan pembangunan infrastruktur.
Pada kondisi saat ini, perkembangan perekonomian dunia masih terus bergolak dan menuju titik kesetimbangan, sehingga berbagai perubahan (sudden shift) masih akan dapat terjadi dalam berbagai sektor ekonomi.

Selain itu, harga minyak mentah dunia masih terus berfluktuasi dan pada tahun 2016 kemungkinan kenaikan harga minyak mentah dunia, tentunya tidak dapat diabaikan, setelah di tahun 2015 menyentuh titik terendah.
Pada tahun 2016 ini perkembangan nilai tukar rupiah pun masih akan berada dirange Rp 13.500 – 13.900, khususnya di semester 1.

Mulai tanggal 01 Januari 2016, Indonesia sudah memasuki Kawasan Masyarakat Ekonomi ASEAN, sehingga semakin besar tantangan yang dihadapi oleh para penyedia logistik di Indonesia, oleh karena itu, para penyedia jasa logistik tersebut harus bisa bersaing dengan para penyedia jasa logistik dari luar negeri.
Dengan berbagai gambaran kondisi ekonomi nasional dan global di tahun 2016, maka beberapa tantangan dan peluang industri logistik nasional adalah:

-Walau ekonomi nasional di prediksi bertumbuh sebesar 5,7%, akan tetapi sektor logistik tidak akan bertumbuh secara signifikan, sebagai dampak dari pertumbuhan semu (fake growth) yang terjadi selama 5 tahun terakhir. Hingga akhir tahun 2016, proses seleksi alam masih akan terjadi industry logistik yang memaksa terjadinya perubahan dalam bisnis proses beberapa perusahaan.

-Seiring dengan pembangunan infrastruktur, seperti rel kereta pelabuhan, kereta badara, rel kereta trans sumatera, trans Sulawesi, tol trans sumatera, Sulawesi, tol laut dan lainnya, maka perlahan namun pasti, akan terjadi perubahan dalam penggunaan moda transportasi. Konsep multi moda yang efisien dan efektif tentunya menjadi peluang dan tantangan yang harus diperhitungkan.

-Pemberlakuan Kawasan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), akan menyebabkan terjadinya perubahan system manufaktur dan pola distribusi barang yang akan terbagi tiga (3) pelaku utama yaitu: Principles, Manufacture danDistributor. Pola makelon (outsourcing) dalam manufaktur barang di beberapa pulau untuk memangkas ongkos logistik yang  tinggi, merupakan salah satu solusi bagi industri nasional di pulau Jawa dalam mengantisipasi kenaikan UMR. Disisi lain, harga produk yang lebih kompetitif dari Negara tetangga (ASEAN), akan menyebabkan meningkatnya barang impor khususnya barang konsumsi, akan menyebabkan terjadinya perubahan system distribusi (termasuk pergudangan).

-Fokus pembangunan dan pengembangan industri holtikultura dan perikanan khususnya, masih membuka peluang yang cukup besar dalam rantai dingin (cold chain).

-Pembangunan infrastruktur yang secara besar-besaran, membutuhkan bahan baku semen, pasir, besi baja, dll yang jumlahnya sangat besar. Sehingga hal ini memberikan peluang bagi industri logistik infrastruktur, seperti pengangkutan.

Tahun 2016 masih merupakan tahun yang penuh tantangan bagi industri logistik Nasional. Kemampuan likuiditas perusahaan, sangat menentukan keberlangsungan perusahaan, sehingga peningkatan efisiensi dan produktivitas termasuk rasionalisasi merupakan jalan yang masih harus ditempuh. Disisi lain, pada tahun 2016, akan terjadi peningkatan distribusi barang (bahan konstruksi pembangunan infrastruktur dan barang konsumsi dari berbagai Negara ASEAN) yang cukup signifikan, sehingga Inovasi, Kolaborasi dan Improvement dalam bisnis proses logistik harus segera dilakukan untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi pada tahun 2016, terutama jika target pertumbuhan perusahaan di atas 4%. Tanpa inovasi dan kolaborasi, maka organisasi perusahaan akan berjalan stagnan. 


Logistik Performance Index 2018

INTERNATIONAL SCORECARD
The international score uses six key dimensions to benchmark countries' performance and also displays the derived overall LPI index. The scorecard allows comparisons with the world (with the option to display world's best performer) and with the region or income group (with the option to display the region’s or income group's best performer) on the six indicators and the overall LPI index.
The logistics performance (LPI) is the weighted average of the country scores on the six key dimensions: 
1) Efficiency of the clearance process (i.e., speed, simplicity and predictability of formalities) by border control agencies, including customs;
2) Quality of trade and transport related infrastructure (e.g., ports, railroads, roads, information technology);
3) Ease of arranging competitively priced shipments;
4) Competence and quality of logistics services (e.g., transport operators, customs brokers);
5) Ability to track and trace consignments;
6) Timeliness of shipments in reaching destination within the scheduled or expected delivery time.
The scorecards demonstrates comparative performance of all countries (world), regional and income groups.






ANALISA TAHUN 2018

   Pembangunan infrastruktur mendapatkan banyak perhatian Pemerintahan Jokowi-JK. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 telah ditetapkan sejumlah sasaran pembangunan infrastruktur 2019, antara lain pengembangan jalan nasional sepanjang 45.592 km (dari 38.570 km pada baseline tahun 2014), pembangunan jalan baru (kumulatif 5 tahun) sepanjang 2.650 km (dari 1.202 km), pengembangan jalan tol (kumulatif 5 tahun) sepanjang 1.000 km (dari 807 km), panjang jalur kereta api 8.692 km (dari 5.434 km), 450 pelabuhan (dari 278), dan 252 bandara (dari 237).
  Supply Chain Indonesia (SCI) memberikan apresiasi atas rencana dan keberhasilan Pemerintah Jokowi-JK merealisasikan pembangunan infrastrukturnya.Hasil pengembangunan kondisi infrastruktur Indonesia tercermin dari laporan “The Global Competitiveness Index (GCI) 2017-2018” yang disusun oleh World Economic Forum. Infrastruktur merupakan salah satu pilar dari dua belas pilar yang dinilai.
  Dari hasil penilaian terhadap 137 ekonomi, infrastruktur Indonesia berada pada peringkat 52 dengan nilai 4,5. Pada periode sebelumnya (2016-2017), Indonesia pada peringkat 60 dengan nilai 3,8. Hal ini menunjukkan peningkatan infrastruktur Indonesia sebesar 8 peringkat atau peningkatan nilai sebesar 0,7.
Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Wahyu Utomo mengatakan, membangun infrastruktur sama dengan membangun masa depan sebuah peradaban. Melalui percepatan pembangunan infrastruktur secara lebih merata di seluruh tanah air, diharapkan tercipta konektivitas yang kuat antar-wilayah. "Namun, satu hal yang perlu dicatat adalah diperlukan waktu yang tidak singkat untuk merasakan manisnya buah pembangunan infrastruktur, meskipun bukan berarti tidak ada manfaat yang bisa dirasakan dalam waktu singkat,” ujar Wahyu dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/10/2018).
Wahyu menerangkan, salah satu manfaat yang sudah dapat dirasakan langsung adalah meningkatnya peringkat Indonesia pada beberapa indikator ekonomi. “Reformasi kebijakan untuk mendorong percepatan infrastruktur telah menaikkan peringkat daya saing, performa logistik dan angka kemudahan berusaha,” kata Wahyu.
BPK soal Infrastruktur Mangkrak hingga Pertumpahan Darah Industri Perbankan Menurut laporan World Bank Group 2018, daya saing infrastruktur Indonesia berada pada peringkat ke-52 di tahun 2018, membaik dibanding tahun 2010-2013 yang berkisar di peringkat 70-an. Kemudian indeks performa logistik yang memperhitungkan aspek dukungan infrastruktur bagi logistik juga meningkat dari kisaran 2,7 di 2010 menjadi kisaran 3,1 di tahun 2018. Pengerjaan Proyek Strategis Nasional (PSN) juga telah membuka lebar lapangan pekerjaan.
Untuk menyelesaikan seluruh PSN, estimasi total tenaga kerja yang dibutuhkan mencapai 394 ribu pekerja. Tenaga kerja yang paling banyak dibutuhkan oleh proyek PSN adalah lulusan pendidikan vokasi dan politeknik. Itu baru tenaga kerja langsung yang dibutuhkan, belum termasuk penyerapan tenaga kerja tidak langsung yang menjadi multiplier effect proyek PSN. Sementara untuk manfaat jangka panjang, berdasarkan kajian yang dilakukan Tusk Advisory di tahun 2018, pembangunan infrastruktur khususnya pembangunan PSN diprediksi dapat berdampak pada pertumbuhan

Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 7,2 persen pada tahun 2023 dan 9,3 persen pada 2030. " Pembangunan infrastruktur diyakini dapat memberikan tambahan produktivitas yang secara rata-rata per tahun lebih tinggi sebesar 5,63 persen dibandingkan dengan nilai produktivitas pada kondisi business-as usual," ucap dia.
Sri Mulyani Minta Kemenhub Tak Andalkan APBN untuk Bangun Infrastruktur Sejak Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang PSN diterbitkan, KPPIP telah melakukan evaluasi rutin pada setiap tahunnya terhadap keberlangsungan PSN. Dalam Perpres nomor 56 tahun 2018 disebutkan PSN berjumlah 223 Proyek + 3 program. Keseluruhan proyek memiliki estimasi nilai investasi sebesar Rp. 4.150 triliun. Secara akumulatif dalam kurun waktu 2016 sampai September 2018 sebanyak 33 PSN telah selesai.



Kesimpulan:

1. Rendahnya daya saing produk-produk Indonesia salah satunya adalah tingginya biaya logistik dan lamanya waktu kirim. Hal tersebut merupakan permasalahan yang dihadapi oleh industri atau dunia usaha di Indonesia.

2. Prasarana logistik ada yang masih konvensional (Jalan, pelabuhan, dan hubungan antar moda) serta belum terbangunnya konektivitas antar satu lokasi dengan lokasi lainnya.Mayoritas menggunakan angkutan darat yang lebih mahal dari angkutan laut.

3. Faktor-faktor yang menyebabkan biaya logistik tinggi serta waktu kirim lama disamping infrastruktur dan konektivitas antara lain:
 (i) Teknologi informasi dan komunikasi yang kurang mendukung dalam proses pemantauan arus barang antar wilayah ,
(ii) Sarana yang mahal dalam hal pengadaan alat angkut truk dan kapal laut (pajak dan suku bunga tinggi),
(iii) Regulasi logistik yang tidak terpadu; tumpang tindih peraturan pusat –daerah, maraknya pungutan resmi di daerah, 
(iv) Kompetensi SDM logistik yang rendah, ,
(v) Banyaknya jumlah dokumen yang perlu dipersiapkan dan butuh waktu pada NSW,
(vi) Armada yang tidak layak tetap beroperasi.

4. Cetak biru Sislognas ternyata belum dapat menjawab persoalan logistik nasional yang mendasar dan komplek.Masih tataran konsep.

Rekomendasi:
1. Secara menyeluruh perlu pembenahan infrastruktur dan konektivitas (Physical , Institutional dan people to people).

2. Diperlukan re-evaluasi untuk hal-hal yang selama ini menjadi beban biaya logistik antara lain biaya antrian ke pelabuhan, biaya sewa gudang, rumitnya perijinan, kepengurusan di pabean dll

3. Pengadaan sarana logistik yang sebanding dengan negara ASEAN lainnya (bea masuk, pajak, dan suku bunga)

4. Penetapan leading sector logistik terpadu, agar tidak berjalan masing-masing antara kebutuhan pelaku ekonomi dan infrastruktur yang dibangun

5. Pengembangan logistik pantai dan pelabuhan.

6. Penghilangan peraturan daerah yang meningkatkan ongkos logistik.

7. Standarisasi umur kendaraan, keamanan, dan keselamatan.

8. Standarisasi kompetensi SDM logistik.

9. Pada cetak biru Sislognas masih diperlukan dokumen pendukung untuk menjabarkan secara lebih detail dan operasional dengan menggunakan data yang update serta terkait dengan MP3EI .